PRODUKSI
Oleh:
Syahmiruddin Pane, S.Sos, M.A.
Produksi merupakan mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan konsumen dan bertujuan untuk memperoleh mashlahah maksimum melalui aktifitasnya. Produsen dalam perspektif ekonomi Islam bukanlah seorang pemburu laba maksimal melainkan pemburu mashlahah. Ekspresi mashlahah dalam kegiatan produksi adalah keuntungan dan berkah sehingga produsen akan menentukan kombinasi antara berkah dan keuntungan yang memberikan mashlahah maksimal. Tujuan produsen bukan hanya laba, maka pertimbangan produsen juga bukan semata pada hal yang bersifat sumber daya yang memiliki hubungan teknis dengan output, namun juga pertimbangan kandungan berkah (nonteknis) yang ada pada sumber maupun output.[1]
Dari sisi pandang konvensional, biasanya produksi dilihat dari tiga hal,
yaitu: apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang /
jasa diproduksi. Ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja sebagai salah
satu dari empat faktor produksi; tiga faktor produksi lainnya adalah sumber
alam, modal dan keahlian.[2]
- FAKTOR
PRODUKSI
Produksi
adalah aktifitas manusia yang diorganisasikan secara maksimal dan
internasional. Manusia adalah bintang ekonomi, tujuannya adalah produksi.
Faktor utama adalah tenaga manusia.[3]
Dalam
pandangan Baqir el-Sadr (1979), ilmu
ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Filosofi Ekonomi
b. Ilmu Ekonomi
Perbedaan
ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional terletak pada filosofi ekonomi, bukan
pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan pemikiran dengan nilai-nilai
Islam dan batasan-batasan syari'ah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat
analisis ekonomi yang dapat digunakan.
Dengan kata
lain, faktor produksi ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional tidak berbeda,
yang secara umum dapat dinyatakan dalam:
a. Faktor produksi tenaga kerja
b. Faktor produksi bahan baku dan bahan
penolong
c. Faktor produksi moral
Diantara
ketiga faktor produksi, faktor produksi modal yang memerlukan perhatian khusus
karena dalam ekonomi konvensional diberlakukan sistem bunga. Pengenaan bunga
terhadap modal ternyata membawa dampak yang luas bagi tingkat efisiensi
produksi.[4]
Dikalangan
para ekonomi Muslim, belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor produksi. Menurut
Al-Maududi dan Abu Su'ud, faktor produksi terdiri atas amal / kerja (labor), tanah
(land) dan modal (kapital). Sedangkan
menurut M.A Mannan yang menyatakan
bahwa faktor produksi hanya berupa amal / kerja dan tanah. Kapital (modal)
bukanlah merupakan faktor produksi yang independen, karena kapital (modal)
bukanlah faktor dasar. Kapital merupakanmanifestasi dan hasil atas suatu
pekerjaan. Dalam term konvensional, kapital yang telah diberikan menuntut
adanya retunr, yang biasanya berupa bunga. Melakukan produksi juga penting bagi
manusia. Jika manusia ingin
hidup dan mencari nafkah, manusia harus makan. Dan ia harus memproduksi
makanannya. Hanya tenaganya yang mengizinkannya untuk tetap dapat makan.[5]
Manusia
tidak dapat sendirian memproduksi cukup makanan untuk hidupnya. Jika ingin
bertahan, ia mengorganisasikan tenaganya. Melalui modal atau melalui
keterampilan, operasi produksi yang paling sederhana mensyaratkan kerja sama
dari banyak orang dan latar belakang teknis dari keseluruhan peradaban. Abu Sa'ad (1965) mengaplikasikan faktor
produksi sebagaimana dalam ekonomi konvensional, yaitu: Sumber Daya Alam
(tanah), usaha manusia (tenaga kerja), modal (kapital), serta organisasi / wira
usaha. Modal (baik modal fisik maupun uang) akan mengalami depresiasi sementara
tanah tidak, sehingga sewa tetap (fixed rent) dapat dikenalkan modal tetapi
tidak dapat dikenakan pada tanah. Sewa tetap ini akan mencakup sebagai biaya
untuk pemeliharaan dan depresiasi. Implikasi tersebut bahwa pemanfaatan tanah
dengan cara muzara'ah yaitu bagi hasil pertanian (share cropping) lebih sesuai
dari pada sewa tanah untuk pertanian.[6]
- Fungsi Produksi
Fungsi
produksi ialah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara
tingkat output dan tingkat (kombinasi) penggunaan input.
Q=f(Xa1,Xb1,Xc1,..........Xn)
Dimana Xa1,
Xb1, Xc1,.....Xn menunjukkan jumlah dari kombinasi input dan Q menunjukkan
output. Keberadaan input adalah mutlak dan harus ada didalam suatu proses
produksi. Tidak semua input tersebut akan memberikan kontribusi yang sama, dan
karakteristik diantara input tesebut juga berbeda. Selain rumus yang diatas, fungsi produksi / input
dapat ditulis secara matematis dengan:
Q=f(K,L,R,T)
Q=tingkat
produksi
K=modal
L=tenaga
kerja dan keahlian wirausahawan
R=kekayaan
alam
T=teknologi
Maksud dari
pernyataan diatas adalah tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah
modal, jumlah tenaga, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang
digunakan.[7]
Karena
semua input yang digunakan mengandung biaya, maka prinsip dari produksi adalah
bagaimana produksi dapat berjalan sehingga mampu mencapai tingkat yang paling
maksimum dan efesiensi dengan (1) Memaksimumkan output dengan menggunakan input
tetap, (2) Meminimalkan penggunaan input untuk mencapai tingkat output yang
sama.
Dalam teori
ekonomi diambil pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi,
yaitu fungsi produksi dari semua produksi dimana semua produsen dianggap tunduk
pada suatu hukum yang disebut: The Law
of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam input
ditambah penggunaannya sedangkan input-input lain tetap maka tambahan output
yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi
mula-mula menaik tetapi kemudian setelah mencapai suatu titik tertentu akan
semakin menurun seiring dengan pertambahan input. Dengan demikian pada
hakikatnya The Law of Diminishing
Returns dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu:
$
Tahap
pertama, produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat.
$
Tahap
kedua, produksi total pertambahannya semakin lambat.
$
Tahap
ketiga, produksi total semakin lama semakin berkurang.[8]
- MOTIF PRODUKSI
Kegiatan
produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat
(utility) baik dimasa kini maupun dimasa mendatang.[9]
Dalam ilmu ekonomi
konvensional senantiasa menusung maksimalisasi keuntungan sebagai motif utama. Motif
maksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi keuntungan yang menjadi pendorong
utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi
konvensional bukannya salah satu ataupun dilarang dalam Islam. Islam ingin
mendudukkannya pada posisi yang besar, yakni semua itu dalam rangka
maksimalisasi kepuasan dan keuntungan akhirat.
Motif
keuntungan maksimal merupakan tujuan dari teori produksi dan ekonomi
konvensional yang merupakan konsep yang absurd. Secara teoritis memang dapat
dihitung pada keadaan bagaimana keuntungan maksimal dicapai. Dalam praktek tak
seorang pun mengetahui apakah pada saat tertentu ia sedang, sudah atau bahkan
belum mencapai keuntungan maksimal. Dalam ekonomi konvensional pun diakui bahwa
keadaan keseimbangan dalam pasar bebas dimana semua perusahaan berada dalam
"normal profit" yang tercapai dalam jangka panjang. Implikasi dari
absurditas konsep itu adalah hanya bisa dijadikan acuan teknis yang tidak dapat
menjadi patokan prilaku.[10]
Upaya memaksimalkan keuntungan sistem ekonomi konvensional sangat mendewakan
produktifitas dan efesiensi ketika berproduksi.
- PRODUKSI DALAM PANDANGAN ISLAM
Prinsip
dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT, sebagai Rabb dari alam semesta. Ikrar akan
meyakinkan ini menjadi pembuka kitab suci Umat Islam, dalam ayat:
"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berfikir".
(QS.Al-Jaatsiyah {45} : 13)
Rabb, yang
sering diterjemahkan "Tuhan"
dalam bahasa Indonesia, memiliki makna yang sangat luas, mencakup
"Pemeliharaan" (Al-Murrabi), penolong (AL-Nashir), pemilik
(Al-Malik), yang memperbaiki (Al-Mushlih), tuan (Al-Sayyid) dan Wali (Al-Wali).
Konsep ini bermakna bahwa ekonomi Islam berdiri diatas kepercayaan bahwa Allah
adalah satu-satunya pencipta, pemilik dan pengendali alam raya yang
tadirnya-Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan
ketetapan-Nya (Sunnatullah).[11]
Dengan
keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah maka konsep produksi
didalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan
dunia, tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat.
Ayat 77 surat Al-Qashash:
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan".(QS.
Al-Qashash {28} : 77)
- KEMULIAAN HAKIKAT KEMANUSIAAN SEBAGAI
KARAKTER PRODUKSI
Tujuan dari
produksi dalam Islam adalah untuk menciptakan mashlahah yang optimum bagi
konsumen atau bagi manusia secara keseluruhan. Dengan mashlahah optimum ini,
maka akan dicapai falah yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan ekonomi
sekaligus tujuan hidup manusia. Falah adalah kemuliaan hidup di dunia dan
akhirat yang akan memberikan kebahagiaan yang hakiki bagi manusia.[12]
Alur tujuan
kegiatan produksi dapat diambil dari suatu subtansi bahwa karakter yang
terpenting dalam perspektif ekonomi Islam yang mengangkat kualitas dan derajat
hidup serta kualitas kemanusiaan dari hidup manusia. Kemuliaan harkat manusia
harus mendapat perhatiannya besar dan utama dalam keseluruhan aktifitas
produksi. Segala aktifitas
yang bertentangan dengan pemuliaan harkat kemanusiaan dapat dikatakan
bertentangan dengan ajaran Islam.
Karakter
produksi tersebut yang membawa implikasi penting dalam teori produksi. Misalnya
dalam memandang kedudukan manusia, khususnya tenaga kerja, dengan kapital
(financal capital). Dalam pandangan konvensional, tenaga kerja dan kapital
memiliki kedudukan yang setara dimana keduanya adalah subsitusi sempurna.
Al-Qur'an
dan Hadits Rasulullah Saw, memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi
yaitu:
1. Tugas manusia dimuka bumi sebagai khalifah
Allah adalah memakmurkan bumi dan langit deserta segala apa yang ada di antara
keduanya karena sifat Rahman dan Rahim-Nya kepada manusia.
2. Islam selalu mendorong kemajuan dibidang
produksi.
3. Teknik produksi diserahkan kepada
keinginan dan kemampuan manusia.
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada
prinsipnya Agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudrat dan memaksimalkan
manfaat.[13]
Kaidah-kaidah dalam produksi:
1. Memproduksi barang dan jasa yang halal
pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk
membatasi polusi, memelihara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran.
4. Produksi dalam Islam tidak dapat
dipisahkan dari tujuan kemandirian Umat.
5. Meningkatkan koalitas sumber daya manusia
baik koalitas spiritual maupun mental dan fisik.[14]
- ATRIBUT FISIK DAN NILAI PRODUK
Sebuah
produk menjadi berharga atau bernilai bukan semata karena adanya berbagai
atribut fisik dari produksi tersebut, tetapi juga karena adanya nilai (value)
yang dipandang berharga oleh konsumen. Konsep ekonomi Islam tentang atribut
fisik suatu barang mungkin tidak berbeda dengan pandangan pada umumnya, tetapi
konsep nilai yang harus ada dalam setiap barang adalah nilai-nilai keislaman
(Islamic values). Adanya nilai-nilai ini pada akhirnya akan memberikan berkah
tidak bisa dianggap sebagai barang / jasa yang memberikan mashlahah.
Jadi,
dengan cara pandang seperti ini maka kuantitas produk diekspresikan sebagai
berikut:
QM=qF+qB
Ket:QM=barang
yang memiliki mashlahah
qF=atribut
fisik barang
qB=berkah
barang tersebut
- INPUT PRODUKSI DAN BERKAH
Kegiatan
produksi membutuhkan berbagai jenis sumber daya ekonomi yang lazim disebut
input atau faktor produksi, yaitu segala hal yang menjadi masukan secara
langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi. Pada dasarnya, faktor
produksi atau input ini secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu input manusia (human input) dan input non-manusia (non human
input). Yang termasuk dalam input manusia adalah tenaga kerja / buruh dan
wirausahawan, sementara yang termasuk dalam input non manusia adalah sumber
daya alam (natural resources), kapital (financial capital), mesin, alat-alat,
gedung, dan input-input fisik lainnya (physical capital). Itu semua dilandasi
oleh dua alasan yaitu:
a. Manusia adalah faktor produksi yang
memiliki peran paling penting dalam keseluruhan faktor produksi. Manusia menjadi faktor utama, sedangkan
non-manusia menjadi input pendukung.
b. Manusia adalah makhluk hidup yang tentu
saja memiliki berbagai karakteristik yang berbeda dengan faktor produksi
lainnya.
Sebagaimana
diketahui, berkah maupun komponen penting dalam mashlahah. Oleh karena itu,
bagaimanapun dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan
dalam input produksi, sebab berkah mempunyai andil (share) nyata dalam
membentuk output.
- TUJUAN PRODUKSI
Tujuan dari
produksi Islam adalah untuk menciptakan mashlahah yang optimum bagi konsumen
atau bagi manusia secara keseluruhan. Dengan mashlahah yang optimum ini, maka
akan tercapai falah yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus
tujuan hidup manusia. Falah adalah kemuliaan hidup didunia dan akhirat yang
akan memberikan kebahagiaan yang hakiki bagi manusia.
Tujuan
produksi dalam sisi makro adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
mencapai kemakmuran nasional seuatu Negara.
Secara mikro tujuan produksi meliputi:
$
Menjaga
kesinambungan usaha perusahaan dengan jalan meningkatkan proses produksi secara
terus-menerus.
$
Meningkatkan
keuntungan perusahaan dengan cara meminimumkan biaya produksi.
$
Meningkatkan
jumlah dan mutu produksi.
$
Memperoleh
kepuasan dari kegiatan produksi.
$
Memenuhi
kebutuhan dan kepentingan producen serta konsumen.[15]
- TINJAUAN PENENTU KEKAYAAN SUATU
NEGARA
Abdurrahman Ibn Khaldun alias Abu
Yazid, Ulama terkemuka kelahiran Tunisia
(1332) dan wafat di Cairo (1406)
menegaskan bahwa kekayaan suatu Negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di
Negara tersebut. Kekayaan suatu Negara ditentukan oleh dua hal:
a. Tingkat Produksi Domestik
Suatu
Negara bisa saja mencetak sebanyak-banyaknya, tetapi hal itu bukan merupakan
fleksi pesatnya pertumbuhan sector produksi (baik barang maupun jasa), maka
uang yang melimpah itu tidak ada nilainya. Sector produksilah yang menjadi
motor pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan
menimbulkan permintaan atas faktor produksi lainnya. Dalam teori ekonomi kemampuan untuk memproduksi
sesuatu digambarkan oleh grafik. Misalnya orang memiliki pilihan untuk
memproduksi dua jenis barang, yaitu beras dan jagung dengan ..........
b.
[1] Tim Penulis P3EI, Ekonomi Islam,h.259.
[2] Mustafa Edwin Nasution, Ekonomi Islam. H.101.
[3] File:///H:/muhammadzainudin,KONSEP
PRODUKSI EKONOMI ISLAM.htm.
[4] File:///H:/muhammadzainudin,KONSEP
PRODUKSI EKONOMI ISLAM.htm.
[5] Dr. Said
Sa'ad Marthan, Ekonomi Islam di Tengah
Krisis Ekonomi Global,h.51.
[6] Mustafa Edwin Nasution, Ekonomi Islam, h.103.
[7] File:///H:/muhammadzainudin,KONSEP
PRODUKSI EKONOMI ISLAM.htm.
[8] File:///H:/muhammadzainudin,KONSEP
PRODUKSI EKONOMI ISLAM.htm.
[9] Frank
Robert M, Micro Economics and Behavior,
ed.2003.
[10] Mustafa Edwin Nasution, Ekonomi Islam, h.104.
[11] Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonomi, h.98.
[12] Tim Penulis P3EI, Ekonomi Islam, h.264.
[13] Mustafa Edwin Nasution, Ekonomi Islam, h.101.
[14] Mustafa Edwin Nasution, Ekonomi Islam, h.101.
[15] File:///H:/muhammadzainudin,KONSEP
PRODUKSI EKONOMI ISLAM.htm.
Artikel yang bagus
BalasHapusArtikel terkait tentang biaya produksi islami
BIAYA PRODUKSI ISLAMI : ALTERNATIF SOLUSI BAGI UKM MENGHADAPI ERA ACFTA
Artikel yang sangat menarik jika anda menginginkan kajian teori produksi perspektif tafsir al quran bisa anda lihat di http://lembagakeuangansyariah.com/teori-produksi-dalam-ekonomi-islam-pendekatan-tafsir-al-quran/
BalasHapus